Senin, 23 Maret 2015

TERMOMETRI
A. Konsep Temperatur dan Hukum ke Nol Termodinamika
1. Konsep Temperatur
Lakukan percobaan berikut. Masukkan sebongkah es (kira-kira sebesar kepalan tangan) dengan massa m kilogram (kg) ke dalam beker gelas dan letakkan pada kasa kaki tiga seperti gambar berikut :

Berapa derajat Celsius temperatur es mula-mula ? Misalkan - 40C. Nyalakan bunsen bersamaan dengan mengaktifkan jam henti (stop watch). Amati baik-baik apa yang terjadi dalam proses pemanasan ini. Peristiwa apa yang mula-mula terjadi ? Peristiwa apa yang terjadi pada saat proses berlangsung ? Peristiwa apa yang terjadi pada akhir proses ? Gambarkan semua peristiwa yang terjadi dalam satu grafik !
Apakah grafik yang diperoleh dari percobaan sesuai dengan grafik berikut ?

Proses AB. Es dengan temperatur – 40C dipanaskan. Dalam arti, api bunsen memberikan kalor (jumlah panas) kepada tabung yang berisi es yang mempunyai temperatur lebih rendah dari api bunsen. Pemanasan dilakukan pada tekanan tetap. Dengan kata lain, pemanasan dilaksanakan di bawah tekanan udara luar sebesar 1 atmosfer = 1,013 x 105 pascal (Pa). Akibat pemanasan ini ialah temperatur es naik menjadi 00C. Ini berarti, ada kalor (jumlah panas) yang digunakan untuk menaikkan rasa panas (rasa kepanasan atau temperatur) es di bawah tekanan udara luar sebesar 101,3 kPa.
Proses BC. Es dengan temperatur 00C dipanaskan, sehingga semua es berubah menjadi air dengan temperatur 00C. Ini berarti ada kalor (jumlah panas) yang digunakan untuk merubah tingkat wujud (fase) es (padat) menjadi air (cair) di bawah tekanan udara luar sebesar 101,3 kPa. Kenyataannya, pada proses perubahan fase temperatur zat tetap, yaitu 00C. Jadi pada proses perubahan fase temperaturnya tetap.
Proses CD. Air dengan temperatur 00C dipanaskan, sehingga temperaturnya naik sampai 1000C. Dalam proses ini ada kalor (jumlah panas) yang digunakan untuk menaikkan rasa kepanasan atau temperatur air.
Proses DE. Air dengan temperatur 1000C dipanaskan, sehingga air berubah fasenya menjadi uap air dengan temperatur 1000C. Dalam proses ini ada kalor (jumlah panas) yang digunakan untuk merubah wujud air (fase cair) menjadi uap air (fase gas) dengan temperatur yang tetap di bawah tekanan udara luar yang tetap, yaitu: 1 atmosfer. Proses perubahan fase ini berjalan cukup lama, dari proses mendidih sampai pada proses penguapan secara perlahan-lahan.
Penjelasan di atas memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. rasa kepanasan (hot) suatu benda yang disebut temperatur.
2. jumlah panas yang menyebabkan perubahan rasa kepanasan yang disebut kalor atau bahang (heat).
3. boleh dinyatakan: (a) temperatur merupakan tingkat atau derajat panasnya suatu benda yang menentukan arah perpindahan kalor. (b) temperatur merupakan besaran yang dimiliki oleh dua benda atau lebih yang bersentuhan melalui dinding diatermis yang ada dalam keadaan setimbang termal. Pada contoh di atas dinding diatermis berwujud tabung yang terbuat dari gelas.
4. perubahan fase merupakan perubahan tingkat wujud zat, misalnya: tingkat wujud padat ke cair, tingkat wujud cair ke gas. Pada proses perubahan fase pada tekanan tetap, temperatur benda selalu tetap. Kalor yang diberikan atau kalor yang dilepaskan pada saat perubahan fase harganya juga tetap dan disebut sebagai kalor laten.
5. kalor yang diberikan pada proses kenaikan temperatur bergantung pada jenis benda dan sebanding dengan massa benda serta kenaikan temperatur benda. Jenis benda ditandai dengan besaran yang disebut kapasitas kalor benda. Kapasitas kalor didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah panas yang diberikan kepada suatu  benda dengan kenaikan temperatur benda. Definisi ini dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut :
c = C : m = dQ / m dT dengan satuan J kg-1 K-1
biasa ditulis sebagai berikut :
dQ= m c dT dengan satuan J
Perubahan fase pada contoh di atas dapat dijelaskan lebih lengkap dengan gambar berikut.


  • Air (H2 O) dalam fase padat bentuk dan volumenya tidak berubah. Air dalam fase padat disebut es. Jika es dinaikkan temperaturnya, es mulai mencair dan akhirnya es berubah menjadi air semuanya. Dalam perubahan fase dari fase padat ke fase cair temperatur zat tetap dan disebut sebagai titik lebur. Kalor yang terlibat dalam perubahan fase ini disebut kalor laten, dalam hal ini disebut kalor lebur. Sedangkan proses perubahan fase padat ke fase cair disebut mencair.
  • Air (H2 O) dalam fase cair disebut air. Air volumenya tetap tetapi bentuknya berubah-ubah sesuai dengan wadahnya. Jika air dinaikkan temperaturnya, maka air mulai mendidih dan berubah sifatnya menjadi uap air (H2 O). Dalam perubahan fase dari fase cair ke fase gas temperatur zat tetap dan disebut sebagai titik uap. Kalor yang terlibat dalam perubahan fase ini disebut kalor laten, dalam hal ini disebut kalor penguapan. Sedangkan proses perubahan fase cair ke fase gas disebut menguap.
  • Proses sebaliknya adalah perubahan fase gas ke fase cair dan dari fase cair ke fase padat. Perubahan dari fase gas ke fase cair zat melepaskan kalor dan temperaturnya turun. Dalam perubahan fase ini dikenal titik embun dan kalor yang terlibat di dalamnya disebut kalor pengembunan. Proses perubahan fase gas ke fase cair disebut mengembun.
  • Sedangkan pada proses perubahan fase cair ke fase padat dikenal titik beku dan kalor yang terlibat di dalamnya disebut sebagai kalor pembekuan. Proses perubahan fase cair ke fase padat disebut membeku. Jika kondisi alam memungkinkan, maka fase gas dapat berubah langsung ke fase padat atau sebaliknya.
  • Perubahan dari fase gas ke fase padat disebut menyublim. Dalam peristiwa menyublim dikenal titik sublimasi dan kalor yang terlibat di dalamnya disebut kalor sublimasi. Sedangkan perubahan dari fase padat ke fase gas disebut melenyap (ada orang yang menyebut menyublim). Dalam peristiwa melenyap dikenal titik lenyap (ada orang yang menyebut titik sublimasi) dan kalor yang terlibat di dalamnya disebut kalor pelenyapan (ada orang yang menyebut kalor sublimasi).

Dari uraian tersebut di atas dikenal temperatur tetap pada perubahan fase zat, yaitu:
1. titik embun = titik uap
2. titk lebur = titik beku dan
3. titik sublimasi = titik lenyap.
Dari uraian tersebut di atas juga dikenal istilah kalor laten, yaitu kalor yang diperlukan atau dilepaskan pada saat perubahan fase zat. Kalor laten tersebut adalah:
1. kalor pengembunan = kalor penguapan
2. kalor lebur = kalor beku dan
3. kalor sublimasi = kalor pelenyapan.
Konsep temperatur juga dapat difahami melalui ilustrasi berikut.


Gambar tersebut melukiskan adanya partikel udara dalam suatu wadah. Masing-masing partikel udara mempunyai massa = m dan kecepatan = v. Partikel udara bergerak kesana-kemari, bertumbukan dengan partikel lainnya dan bertumbukan pula dengan dinding wadahnya. Andaikan tumbukan yang terjadi lenting sempurna, maka kelajuan partikel udara adalah tetap, cuma arahnya yang berubah.
Partikel udara punya massa dan bergerak dengan kecepatan tertentu, maka partikel udara mempunyai momentum sebesar p = m v dan mempunyai energi kinetik sebesar Ek = ½ m v 2. Andaikan jumlah total massa partikel udara dalam wadah adalah M dan kecepatan rata-ratanya adalah vave, maka energi kinetik total partikel udara dalam wadah adalah EK = ½ m vave 2. Akibat gerakan partikel udara dalam wadah, maka udara mempunyai temperatur sebesar T. Harga tempertaur ini sebanding dengan energi kinetik total partikel udara dalam wadah, yaitu:
T = EK / k = M vave2 / k
Dengan : k = konstante Boltzmann = 1,37 x 10 –16 erg / atom
K = 1,37 x 10 –16 erg / mole
K = 1,36 x 10 –25 L atm / mole
K = 1,38 x 10 –23 J / mole K.
2. Hukum ke Nol Termodinamika
Untuk mendalami hukum ke nol Termodinamika perlu diketahui pengertian sistem. Apakah sistem itu ? Apa yang menjadi objek penelitian atau penyelidikan termodinamika disebut sistem. Contoh sistem adalah: padatan, cairan, gas, batere, sepotong logam, dan mesin. Segala sesuatu di luar sistem disebut lingkungan sistem. Oleh sebab itu, sistem ditambah dengan lingkungan sistem disebut alam atau alam raya


SISTEM  +  LINGKUNGAN SISTEM = ALAM RAYA
Antara sistem dan lingkungan sistem terdapat dinding pemisah dan dapat terjadi interaksi kalor atau interaksi termal atau interaksi pengadaan usaha. Jika interaksi antara sistem dengan lingkungan sistem ini dicegah oleh dinding pemisah lainnya, sehingga tidak terjadi interaksi, maka sistem disebut sistem terisolasi.
Interaksi termal terjadi apabila dinding pemisah antara sistem dan lingkungan sistem bersifat diatermik, yaitu dinding yang dapat meneruskan kalor. Pada kontak diatermik, koordinat masing-masing sistem berubah, karena terganggu. Namun suatu keadaan sertimbang baru akan tercapai setelah kalor berpindah dari sistem yang panas ke sistem yang kurang panas. Dalam keadaan setimbang yang baru ini, kedua sistem memiliki temperatur yang sama.
Informasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :


Pada kontak diatermik diperoleh hubungan matematis:
(X1’ Y1’) = (X2’ Y2’) 
Pada kontak termal melalui dinding adiabatis, tidak terjadi perpindahan kalor dari sistem yang pertama ke sistem yang kedua atau sebaliknya, sehingga tidak terjadi perubahan apapun pada koordinat masing-masing sistem. Akibatnya tidak terjadi hubungan apapun antara (X1’ Y1’) dan (X2’ Y2’).
Pada dasarnya hukum ke nol termodinamika merupakan azas kesetimbangan termodinamik. Azas tersebut menyatakan, jika dua objek yang terpisah ada dalam keadaan setimbang termodinamik dengan objek yang ketiga dan mereka ada dalam keadaan setimbang, maka ketiga objek yang ada dalam kesetimbangan termodinamik mempunyai temperatur yang sama.
Dengan gambar, hukum ke nol termodinamika dapat dilukiskan seperti gambar :


Dengan kalimat lain hukum ke nol termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut. Apabila sistem A berada dalam keadaan setimbang termal dengan sistem B dan sistem A juga dalam keadaan setimbang termal dengan sistem C, maka sistem B juga berada dalam keadaan setimbang termal dengan sistem C.
Dari uraian tersebut di atas, apakah sebenarnya temperatur itu ? Apakah temperatur dapat dinyatakan sebagai berikut ?


B. Pengukuran Temperatur
Termometer adalah alat pengukur temperatur. Agar dapat dilakukan pengukuran secara kuantitatif termometer perlu dilengkapi dengan skala. Bagaimana caranya membubuhi skala pada termometer ? Apa pertimbangan fisisnya ?
Semua tipe dan jenis termometer didasarkan pada gejala alam yang berkaitan dengan perubahan sifat fisis suatu besaran karena adanya kalor yang masuk atau keluar dari besaran tersebut. Besaran fisis tertentu yang sifatnya dapat berubah karena temperaturnya berubah atau diubah disebut sebagai besaran termometri (Thermometric Property). Adapun contoh jenis termometer dan Thermometric Propertynya dilukiskan seperti tabel berikut.

Masing-masing jenis termometer memiliki keuntungan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Masing-masing jenis termometer juga mempunyai daerah pengukuran dan batas ukur yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena Thermometric Property yang digunakan juga berbeda.
Jika Thermometric Property dilambangkan sebagai X, maka X = X (T). Ini berarti Thermometric Property (X) sebagai fungsi temperatur (T). Demi kemudahan pembacaan skala pada termometer, X selalu dipilih sebagai fungsi linier dari T. Pilihan demikian menghasilkan skala termometer yang dipilih bersifat linier pula. Ini berarti
X = c T
dengan kata lain X / T pada setiap keadaan harus bernilai sama, dalam arti kenaikan satu skala pada termometer selalu sama. Inilah yang dimaksud dengan fungsi linier.
Dalam sistem satuan internasional telah disepakati, bahwa titik acuan untuk temperatur adalah temperatur tripel air. Temperatur tripel air adalah temperatur air murni yang berada dalam keadaan setimbang termal dengan es dan uap air jenuhnya. Temperatur ini berharga 273,16 K (Kelvin) dan dapat direalisasikan dengan menggunakan sel tripel.
Jika T = temperatur yang hendak diketahui, X = harga Thermometric Property pada temperatur yang hendak diukur, T1 = temperatur acuan yang dipilih, dan X1 = harga Thermometric Property pada temperatur acuan atau temperatur yang dipilih, maka dengan menggunakan temperatur titik tripel dapat diperoleh persamaan:
T = 273,16 (X / X1) K

C. Syarat-Syarat Termometri
Untuk mengukur temperatur suatu benda dapat digunakan zat yang sifat fisisnya (thermometric property-nya) dapat berubah karena perubahan temperatur. Diharapkan perubahan sifat fisis ini semaksimal mungkin dapat menunjukkan perubahan-perubahan temperatur yang sekecil mungkin. Oleh sebab itu, dalam pengukuran temperatur (termometri) dengan menggunakan perubahan sifat fisis suatu zat diperlukan syarat-syarat termometri sebagai berikut.
1. Zat yang digunakan,
2. Sifat fisis zat (thermometric property), dan
3. Tingkatan kuantitatif yang menyatakan besar kecilnya temperatur.
Ketiga syarat termometri ini saling kait mengait sulit untuk dipisahkan. Sifat fisis tergantung pada zat yang digunakan, sedangkan batas-batas ukuran kuantitatif yang dapat dicapai termometer bergantung kepada zat dan sifat fisis zat yang digunakan. Oleh sebab itu, dalam pembuatan termometer harus diperhatikan ketiga syarat termometri tersebut. Adapun zat yang sering digunakan dalam pengukuran temperatur (termometri) antara lain:
1. zat padat, misalnya: platina dan alumel.
2. zat cair, misalnya: airraksa (raksa) dan alkohol
3. zat gas, misalnya: udara, zat air, dan zat lemas.
Sifat-sifat fisis zat yang sering digunakan dalam pengukuran temperatur (termometri) antara lain:
1. perubahan volume gas.
2. perubahan tekanan gas.
3. perubahan panjang kolom cairan.
4. perubahan harga hambatan listrik atau hambatan jenis.
5. perubahan gaya gerak listrik.
6. perubahan harga kuat arus listrik.
7. perubahan intensitas cahaya karena perubahan temperatur.
8. perubahan warna zat.
9. perubahan panjang dua logam yang berlainan jenisnya.
Tingkatan yang menyatakan besar kecilnya temperatur ditunjukkan oleh nilai atau harga temperatur. Penentuan harga ini harus dapat direproduksi, artinya, jika temperatur dari suatu keadaan sudah dinyatakan dalam suatu harga, misalnya 500C, maka setiap kali kita memperoleh harga itu, keadaan sesungguhnya harus tepat sama dengan keadaan semula atau sebaliknya.
Dalam pengukuran temperatur ada korespondensi timbal balik antara keadaan temperatur dan angka atau harga temperatur itu serta keajegan penunjukkannya. Untuk ini diperlukan suatu patokan yang tetap. Dengan patokan harga yang tetap, pengertian tentang patokan itu sendiri, dan perkembangan ilmu yang mendasarinya, maka timbul bermacam-macam jenis termometer, timbul berbagai macam derajat temperatur, dan masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan pengukuran temperatur. Oleh sebab itu, akan dibahas tentang jenis-jenis termometer, derajat temperatur, dan skala temperatur.


sumber : Hamid, Ahmad Abu. 2007. DIKTAT PERKULIAHAN TERMODINAMIKA : KALOR DAN TERMODINAMIKA. YOGYAKARTA: FMIPA UNY.

Entropi

 Entropi adalah salah satu besaran termodinamika yang mengukur energi dalam sistem per satuan temperatur yang tak dapat digunakan untuk melakukan usaha. Mungkin manifestasi yang paling umum dari entropi adalah (mengikuti hukum termodinamika), entropi dari sebuah sistem tertutup selalu naik dan pada kondisi transfer panas, energi panas berpindah dari komponen yang bersuhu lebih tinggi ke komponen yang bersuhu lebih rendah. Pada suatu sistem yang panasnya terisolasi, entropi hanya berjalan satu arah (bukan proses reversibel/bolak-balik). Entropi suatu sistem perlu diukur untuk menentukan bahwa energi tidak dapat dipakai untuk melakukan usaha pada proses-proses termodinamika. Proses-proses ini hanya bisa dilakukan oleh energi yang sudah diubah bentuknya, dan ketika energi diubah menjadi kerja/usaha, maka secara teoritis mempunyai efisiensi maksimum tertentu. Selama kerja/usaha tersebut, entropi akan terkumpul pada sistem, yang lalu terdisipasi dalam bentuk panas buangan.

Pada termodinamika klasik, konsep entropi didefinisikan pada hukum kedua termodinamika, yang menyatakan bahwa entropi dari sistem yang terisolasi selalu bertambah atau tetap konstan. Maka, entropi juga dapat menjadi ukuran kecenderungan suatu proses, apakah proses tersebut cenderung akan "terentropikan" atau akan berlangsung ke arah tertentu. Entropi juga menunjukkan bahwa energi panas selalu mengalir secara spontan dari daerah yang suhunya lebih tinggi ke daerah yang suhunya lebih rendah.
Entropi termodinamika mempunyai dimensi energi dibagi temperatur, yang mempunyai Satuan Internasional joule per kelvin (J/K).
Kata entropi pertama kali dicetuskan oleh Rudolf Clausius pada tahun 1865, berasal dari bahasa Yunani εντροπία [entropía], εν- [en-] (masuk) dan τροπή [tropē] (mengubah, mengonversi).[2][note 2]

Berkas:Ice water.jpg
Es yang meleleh pada suhu ruangan merupakan contoh dari naiknya entropi,[note 1] dijelaskan pada tahun 1862 oleh Rudolf Clausius sebagai kenaikan disgregasi molekul air pada es.[1]
Hukum-Hukum Dasar Thermodinamika
Di dalam mempelajari thermodinamika akan selalu megacu kepada hukum-hukum dasar thermodinamika yang ada.  Ada tiga hukum yang sangat penting, yaitu hukum thermodinamika pertama, kedua dan ketiga. Ketiga hukum ini bersama-sama dengan hukum thermodinamika ke nol membentuk suatu dasar yang membangun pengetahuan thermodinamika. Hukum-hukum ini bukanlah dalil (teorema) dalam pengertian dapat dibuktikan, tetapi sebenarnya adalah postulat yang berdasarkan kenyataan eksperimental. Seperti halnya hukum thermodinamika pertama, suatu eksperimental telah dilakukan Joule (1840-1878) sebagai suatu perwujudan dan pembuktian dari hukum pertama tersebut. Dalam buku thermodinamika bagian pertama ini hanya dibahas hukum pertama dan kedua saja.
3.1   Hukum Thermodinamika I dan Formulasinya
Hukum I Thermodinamika menerangkan tentang prinsip konservasi energi yang menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, namun demikian energi tersebut dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain  menjadi kerja misalnya. Dari konsep ini, dapat dikatakan bahwa energi dapat diubah menjadi kerja dan juga kerja dapat diubah menjadi energi.  Dalam kaitan dengan Thermodinamika salah satu bentuk dari energi yang dimaksud adalah Panas (Heat),  dan kerja (Work).
Ditinjau suatu sistem tertutup, persamaan energi di peroleh dari penyusunan Neraca Energi untuk sistem tertutup tersebut, yaitu seperti berikut :
                        (8)
                                                                            (9)
Keterangan :    Q         = Panas yang berpindah dari atau ke sistem ( QinQout )
                             W         = Kerja dalam berbagai bentuk ( WoutWin )
                                 = Perubahan Energi total dari sistem, ( E2 – E1 )
Perubahan Energi total  dinyatakan sebagai jumlah dari perubahan energi dalam , energi potensial  , dan energi kinetik pada suatu sistem, maka persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk :
                                                                               (10)
Keterangan :
                            
                             
                               
kebanyakan sistem tertutup adalah stasioner sehingga perubahan energi kinetik dan potensial dapat diabaikan, persamaan (10) menjadi :
                                                                                                     (11)
Telah menjadi suatu kesepakatan umum, bahwa tanda “ + “ dan “ “ dari nilai Q dan W adalah seperti berikut ini.
Gambar 4. Sistem tertutup dan notasi kerja dan panas
Untuk menghitung nilai Kerja (W) dari suatu proses pada sistem tertutup ini, akan diilustrasikan dari pergerakan piston di dalam sebuah silinder, seperti gambar berikut ini.

Gambar 5.  Silinder Piston
Menurut Hukum thermodinamika pertama, energi dalam dari sistem akan berubah bila sistem akan berubah bila sistem tersebut menerima kerja atau melepaskan panas. Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa bila piston ditekan dengan tekanan tertentu secara konstan, maka volume cairan akan berubah sampai suatu saat sistem tersebut diberikan sejumlah kalor (panas) sehingga cairan tersebut kembali mengekspansi sampai ke keadaan semula. Akhirnya satu siklus proses tadi dapat dikatakan reversibel pada tekanan tetap dan volume tetap. Dalam bentuk formulasi matematisnya dapat dinyatakan sebagai berikut.
Kerja (W) = Gaya (F) x Jarak perpindahan (L)                                   (12)
Untuk Gambar 5 tersebut, Gaya (F) = P x A, dimana A adalah luas penampang lintang piston yang bekerja pada cairan, dengan demikian kerja (W) dapat ditulis sebagai :
                                                                                            (13)
Atau                                                                                    (14)
Untuk perubahan volume yang sangat kecil (dV), maka persamaan (14) dapat ditulis sebagai :
            dW = P dV                                                                                                (15)
integrasi persamaan (15) akan menghasilkan :
                                                                                                    (16)
Contoh (1):
Sebuah tangki berisi air panas yang akan didinginkan dengan cara  mengaduk-aduk air panas tersebut dengan pengaduk. Mula-mula energi dalam dari fluida adalah 800 kJ. Selama proses pendinginan, fluida kehilangan panas sebesar 500 kJ, dan pengaduk melakukan kerja terhadap fluida sebesar 100 kJ.Tentukan nilai energi dalam akhir.
 Penyelesaian :
Persoalan tersebut digambarkan seperti berikut ini :
Gambar 6. Ilustrasi sistem
Analisis :
Terlihat bahwa tidak ada massa yang berpindah, sehingga sistem yang dimaksud adalah sistem tertutup atau non flow system. Tidak ada pergerakan sistem dan sistem dianggap stasioner, sehingga DEp dan DEk sama dengan nol, maka digunakan persamaan (2-11) :
                       
                                      = U2 – U1
dengan mengacu pada tanda “ + “ dan “ – “ terhadap sistem, maka diperoleh :
-500 kJ – (-100 kJ) = U2 – 800 kJ
                        U2 = 400 kJ         
2.3.2        Enthalpi
Secara eksplisit, enthalpi didefinisikan dalam bentuk persamaan matematis seperti berikut ;
       H = U + PV                                                                                                (17)
keterangan : H  = enthalpi
                          P = tekanan absolut
                          V = volume
semua variabel yang ada dipersamaan (17) harus mempunyai satuan yang sama. Hasil kali P dengan V mempunyai satuan energi, demikian juga dengan U. Oleh karena U, P dan V adalah fungsi keadaan (state functions), bentuk differensial dari persamaan (17) dapat ditulis sebagai :
            dH = dU + d(PV)                                                                                  (18)
persamaan (18) ini digunakan apabila adanya suatu perubahan differensial pada suatu sistem. Integrasi persamaan (18) akan menghasilkan :
                                                                        (19)
enthalpi sebagai salah satu properti thermodinamika, sangat berguna dalam banyak pemakaian, terutama pada persoalan-persoalan yang melibatkan proses alir yang seringkali memunculkan suku-suku U dan PV.
Contoh (2) :
Hitunglah dan  untuk 1 kg air, apabila aitr tersebut diuapkan pada temperatur konstan 100 oC dan tekanan konstan 101.325 kPa. Volume spesifik air dalam fasa cair dan volume spesifik air dalam fasa uapnya masing-masing adalah 0.00104 dan 1.673 m3/kg. Pada proses ini, panas sebesar 2256 kJ diberikan kepada air sehingga penguapan dapat berlangsung.
Penyelesaian :
Analisis : air sebanyak satu kilogram ditetapkan sebagai sistem. Dimisalkan air tersebut ditempatkan di dalam sebuah silinder tabung yang bertekanan 101.325 kPa. Begitu panas diberikan, air akan mengekspansi dari volume mula-mula ke volume akhir, kerja yang diberikan oleh air kepada piston, dihitung menurut persamaan (2-16), yang hasil integrasinya adalah :
W = P (V2 – V1)                                                                        (A)
V2 adalah volume uap air di dalam silinder, besarnya :
      = Massa air didalam tangki (volume spesifik cairan air)
      = 1 kg (1.673 m3/kg)
      = 1.673 m3.
V1 adalah volume air di dalam silinder, besarnya :
      = Massa air didalam tangki (volume spesifik uap air)
      = 1 kg (0.00104 m3/kg)
      = 0.00104 m3.
Substitusikan harga-harga tersebut ke dalam persamaan (A), sehingga diperoleh :
W = (101.325 kPa) (1.673 – 0.00104) m3
W = 169.4 kPa = 169.4 kJ.
Selanjutnya nilai   dapat dihitung dari persamaan (11).
  = 2256.9 – 169.4 = 2087.5 kJ
sedangkan , dihitung dari persamaan (19), dengan catatan bahwa tekanan selama proses berlangsung adalah tetap, hasilnya adalah :
    =  + W
    = 2087.5 kJ + 169.4 kJ = 2256.9 kJ
3.3    Proses Alir ( Flow-System) Steady-state
Untuk kebanyakan proses dalam industri, analisis terhadap  proses alir steady-state sering dijumpai, terutama pada peristiwa mengalirnya fluida di dalam suatu peralatan. Analisis dan perhitungan yang dilakukan terhadap peristiwa demikian tetap akan didasari pada hukum thermodinamika pertama dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Istilah steady-state dalam hal ini berkaitan dengan berlangsungnya suatu proses tidak tergantung kepada waktu atau dengan kata lain, tidak terjadi akumulasi massa dan energi dari suatu sistem yang ditinjau. Sebagai dasar dari perhitungan proses alir ini, disusunlah suatu persamaan kontinuitas.
Persamaan kontinuitas menggambarkan suatu hubungan tekanan, kecepatan aliran, dan luas penampang aliran dari titik inlet ke titik outlet tanpa melalui suatu sistem peralatan proses. Berikut ini akan diturunkan persamaan kontinuitas untuk suatu aliran satu dimensi. Sebagai Illustrasi perhatikan    Gambar 7.
Gambar 7. Aliran melalui Potongan Tabung
Apabila proses mengalirnya fluida di dalam tabung tersebut berlangsung secara steady-state, maka massa fluida yang mengalir melalui tiap penampang harus sama, dengan kata lain :
                                                                (20)
atau                                                                                     (21)
Persamaan (21) dikenal sebagai Persamaan Kontinuitas untuk aliran satu dimensi. Dengan menggunakan differensial Logaritmik, diperoleh bentuk :
                                                                                         (22)
Persamaan kontinuitas adalah pernyataan matematik dari prinsip kekekalan massa, dan bersama-sama dengan persamaan energi sebelumnya, sangat membantu penyelesaian soal-soal keteknikan.
            Untuk memudahkan dalam mendapatkan bentuk umum dari persamaan energi proses alir, Pertimbangkan suatu proses alir seperti pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Proses Alir Steady-state
Suatu fluida mengalir  melalui peralatan-peralatan seperti tersebut pada gambar, dari titik inlet (“1”) ke titik outlet (“2”). Pada titik inlet (“1”) kondisi fluida ditandai dengan subskrip 1. Pada titik ini pula fluida berada pada ketinggian z1 dari bidang datumnya, dengan kecepatan v1, memiliki volume spesifik  v1, tekanan P1 dan energi dalam (U1). Dengan cara yang sama, untuk titik outlet ditandai dengan subskrip 2. Sistem dianalisis dalam besaran per satuan massa fluida. Perubahan energi per satuan massa untuk sistem tersebut melibatkan perubahan energi kinetik, potensial dan energi dalamnya seperti pada persamaan (10).
                               
Keterangan :   
                          
                          
                         
sehingga secara umum, persamaan energi untuk proses alir steady-state dapat ditulis sebagai :
            m(u2 – u1) +  1/rom(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – W                                (23)
grpada persamaan (23) menyatakan semua kerja yang dilakukan oleh fluida, dan nila kerja (W) tesebut merupakan jumlah dari Kerja Poros (Shaft Work, Ws) dan Kerja hasil kali PV dari fluida yang mengalir. Yang dimaksud dengan kerja poros (Ws) adalah kerja yang yang dilakukan atau diterima oleh fluida yang mengalir melalui suatu peralatan sehingga dihasilkan suatu kerja mekanik (misalnya dapat memutar suatu poros atau menggerakan baling-baling pada turbin dan banyak lagi lainnya). Secara matematis dapat dituliskan :
            W = Ws + P2V2 – P1V1                                                                        (24)
selanjutnya substitusikan persamaan (24) ke dalam persamaan (23), sehingga diperoleh :
   m(u2 – u1) + 1/amm(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – [Ws + P2V2 – P1V1]    (25)
diketahui bahwa, V2 = mv2 dan V1 = mv1, dengan menyusun kembali persamaan (2-23) akan diperoleh :
            m[(u F+ P2V2) –(U1 + Pil1)] + mg(z2 – z1) = Q – Ws        (26)
oleh karena h = u + P V, maka persamaan (24) menjadi :
   m(h2 – h1) +  1/esm(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – Ws                 (27)
atau                                                           (28)
Persamaan (28) merupakan persamaan umum proses alir steady-state.
            Untuk kebanyakan pemakaian di dalam thermodinamika, perubahan energi kinetik dan energi potensial aliran relatif lebih kecil (sering diabaikan) jika dibandingkan dengan energi bentuk lainnya, sehingga persamaan (28) menjadi :
             (
atau   
                                                                                               (29)
dalam hal ini, diketahui bahwa enthapi (h) adalah fungsi keadaan, sehingga ia punyai nilai tertentu pada kondisi P dan T tertentu pula, untuk itu sering juga nilai enthalpi ini dapat dilihat pada Tabel-tabel data thermodinamika untuk zat-zat murni tertentu.
Contoh 3 :
Udara pada tekanan 1 bar dan 25 oC memasuki sebuah kompressor dengan kecepatan rendah, tekanan keluar kompressor adalah 3 bar, untuk selanjutnya melewati sebuah nozel, dimana udara tersebut akan terekspansi sehingga kecepatannya menjadi 600 m/det dimana udara kembali pada tekanan 1 bar dan 25 oC seperti semula. Jika pada saat kompressi terjadi adalah 240 kJ per kilogram udara, berapa banyak panas yang dipindahkankan selama proses kompressi tersebut berlangsung ?
x8Penyelesaian :
                        Analisis : oleh karena kondisi udara keluar sama dengan kondisi udara masuk, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan enthalpi dari udara. Selanjut perubahan energi kinetik mula-mula (pada titik inlet) dapat dianggap kecil sekali. Abaikan juga perubahan energi potensial baik pada titik inlet maupun titik outletnya, sehingga persamaan (28) menjadi :
                        Q =  1/6)m(u22