Setiap
instrumen ukur harus dianggap tidak cukup baik sampai terbukti melalui
kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut memang baik. Kalibrasi
adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai
penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan
terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar
nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional
dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Kalibrasi
adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antar nilai yang
ditunjukkan oleh instrumen pengukuran atau sistem pengukuran, atau yang
diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang
berkaitan dari besaran yang diukur dengan kondisi tertentu.
Tujuan Kalibrasi
1. Mencapai
ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkan/ditelusur
sampai ke standar yang lebih tinggi/teliti (standar primer nasional dan /
internasional), melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.
2. Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai konvensional penunjukan suatu instrument ukur.
3. Menjamin hasil-hsil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional.
Manfaat Kalibrasi
1. Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesefikasinya
2. Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
3. Bisa mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Prinsip Dasar Kalibrasi
1. Obyek Ukur (Unit Under Test)
2. Standar
Ukur(Alat standar kalibrasi, Prosedur/Metrode standar (Mengacu ke
standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri
oleh laboratorium yg sudah teruji (diverifikasi))
3. Operator / Teknisi ( Dipersyaratkan operator/teknisi yg mempunyai kemampuan teknis kalibrasi (bersertifikat))
4. Lingkungan
yg dikondisikan (Suhu dan kelembaban selalu dikontrol, Gangguan faktor
lingkungan luar selalu diminimalkan & sumber ketidakpastian
pengukuran)
Hasil Kalibrasi antara lain:
1. Nilai Obyek Ukur
2. Nilai Koreksi/Penyimpangan
3. Nilai
Ketidakpastian Pengukuran(Besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam
pengukuran, dievaluasi setelah ada hasil pekerjaan yang diukur &
analisis ketidakpastian yang benar dengan memperhitungkan semua sumber
ketidakpastian yang ada di dalam metode perbandingan yang digunakan
serta besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran)
4. Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.
Sudah merupakan suatu
ketentuan bahwa setiap alat ukur proteksi radiasi harus di kalibrasi
secara periodik oleh instansi yang berwenang. Hal ini dilakukan untuk
menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai sebenarnya.
Perbedaan nilai antara yang ditampilkan dan yang sebenarnya harus
dikoreksi dengan suatu parameter yang disebut sebagai faktor kalibrasi (
Fk ). Dalam melakukan pengukuran, nilai yang ditampilkan
alat harus dikalikan dengan faktor kalibrasinya. Secara ideal, faktor
kalibrasi ini bernilai satu, akan tetapi pada kenyataannya tidak banyak
alat ukur yang mempunyai faktor kalibrasi sama dengan satu. Nilai yang
masih dapat 'diterima' berkisar antara 0,8 sampai dengan Faktor
Kalibrasi dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Dimana Ds adalah nilai dosis sebenarnya, sedangkan Du adalah nilai yang ditampilkan alat ukur. Terdapat dua metode untuk melakukan kalibrasi yaitu:
1. Menggunakan sumber radiasi standar
2. Menggunakan alat ukur standar
Cara pertama, alat ukur
diletakkan pada jarak tertentu, misalnya 1 m, dari sumber standar yang
telah diketahui jenis nuklida maupun aktivitasnya. Dosis paparan yang
mengenai survaimeter (Ds) ditentukan berdasarkan perhitungan.
Cara kedua, alat ukur yang akan dikalibrasi dan alat ukur standar
diletakkan pada jarak yang sama dari suatu sumber, sehingga dosis
radiasi yang mengenai dua alat ukur tersebut sama. Nilai dosis radiasi
yang ditampilkan oleh alat ukur standar dianggap sebagai dosis
sebenarnya ( Ds ).
Tanggapan atau
respon suatu alat ukur terhadap dosis radiasi ternyata berbeda untuk
energi radiasi yang berbeda. Setiap alat ukur seharusnya dikalibrasi
dengan sumber yang mempunyai tingkat energi yang 'sama' dengan tingkat
energi radiasi yang digunakan di lapangan. Perbedaan
respon tersebut sangat “significant” pada rentang energi di bawah 200
keV seperti terlihat pada Gambar IV.5 berikut. Pada rentang energi di
atas 500 keV, perbedaan responnya sudah tidak terlalu besar.
Kalibrasi Alat Semprot
Suatu percobaan untuk menghitung volume semprot yang dibutuhkan untuk menyemprot suatu areal tertentu.
1. Mengukur lebar semprotan misal : a meter
2. Mengukur kecepatan jalan Buat awal jalan lalu laksanakan
3. Penyemprotan selama ¹menit lalu ukur brp jaraknya, misal : b meter.
4. Ukur kecepatan aliran
5. Isi
knap sack dengan air bersih, pompa sampai 8x agar tekanan menjadi ¹atm.
Semprotkan ¹menit dan air ditampung. Misal : c ltr/mnt
Perhitungan:
Luas areal yang disemprot/menit : kecepatan jalan x lebar semprot : bxc m2/mnt.
Luas areal yang disemprot/menit : kecepatan jalan x lebar semprot : bxc m2/mnt.
Kalibrasi dalam pH meter
Instrumen
pHmeter adalah peralatan laboratorium yang digunakan untuk menentukan
pH atau tingkat keasaman dari suatu sistem larutan. (Beran, 1996).
Tingkat keasaman dari suatu zat, ditentukan berdasarkan keberadaan
jumlah ion hidrogen dalam larutan.
Penentuan kalibrasinya dapat dilakukan dengan cara:
1. Teknik
satu titik, yaitu pada sekitar pH yang akan diukur, yakni kalibrasi
dengan buffer standar pH 4,01 untuk sistem asam, buffer standar pH 7,00
untuk sistem netral, dan buffer standar pH 10,01 untuk sistem basa.
2. Teknik
dua titik (diutamakan)Apabila sistem bersifat asam, maka digunakan 2
buffer standar berupa pH 4,01 dan 7,00 Apabila sistem bersifat basa,
digunakan 2 buffer standar berupa pH 7,00 dan 10,01.
3. Teknik
multi titik Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan 3 buffer standar.
Untuk sistem dengan pH < 2,00 atau > 12,00, sering terjadi
ketidaknormalan elektroda, kelemahan ini dipengaruhi oleh jenis alat
yang digunakan. Untuk pengukuran yang dilakukan dalam waktu yang lama,
maka diperlukan proses kalibrasi secara periodik selang 1,5 – 2 jam. Hal
ini untuk menjaga kestabilan dari alat pHmeter yang digunakan, sehingga
tetap dapat diperoleh hasil pengukuran yang bagus. Untuk keperluan
kalibrasi ini dapat menggunakan buffer pH yang ada di pasaran, skala
yang biasa digunakan adalah: pH = 4,01 merah; pH = 7,00 hijau; pH =
10,00 biru.
Praktikum
kali ini mengenai konsep temperatur dan hukum termodinamika ke-nol.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan dua pengamatan yaitu
perubahan fase dan kalibrasi. Pengamatan dilakukan oleh lima kelompok,
diperoleh hasil yang berbeda-beda dari massa es yang sama (135 gram) dan
peralan yang sama. Hal tersebut dikarenakan, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi hasil dari praktikum. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil praktikum diantaranya adalah angin (kondisi
lingkungan), besar kecilnya sumbu bunsen, keakuratan alat ukur
(termometer), ketelitian praktikan dalam pencatatan data. Kondisi
lingkungan dapat mempengaruhi hasil data praktikum, misalnya saja ketika
sedang ada angin maka sumbu bunsen dapat tertiup angin hal ini dapat
mempengaruhi besar kecilnya nyala api. Besar kecilnya nyala api sangat
berpengaruh dengan perubahan fase yang sedang kita amati, semakin besar
nyala sumbu bunsen semakin cepat fase berubah.
Hukum
termodinamika ke-nol berbunyi sebagai berikut “Ketika dua sistem dalam
keadaan setimbang dengan sisitem ke tiga, maka ketiganya dapat saling
setimbang satu sama lain”. Untuk lebih memahami tentang isi hukum termodinamika ke -nol,
maka bunyi hukum ini dapat ditulis ulang dengan kata-kata yang lebih
sederhana yaitu Jika benda A mempunyai temperatur yang sama dengan
benda B dan benda B mempunyai temperatur yang sama dengan benda C maka
temperatur benda A akan sama dengan temperatur benda C atau disebut
ketiga benda (benda A, B dan C) berada dalam kondisi kesetimbangan
termal.
Fase
adalah kuantitas zat yang mempunyai struktur fisiska dan komposisi
kimia yang seragam. Struktur fisika dikatakan seragam apabila zat
terdiri dari gas saja, cair saja atu padat saja. Komposisi kimia
dikatakan seragam apabila suatu zat hanya terdiri dari suatu bahan kimia
yang dapat berbentuk padat, cair atau gas atau campuran dari dua atau
tiga bentuk itu. Zat murni mempunyai komposisi kimia yang seragam dan
tidak berubah. Zat murni dapat berbeda dalam beberapa fase:
1. Fase padat biasanya dikenal denga es
2. Fase cair
3. Fae uap
4. Campuran Kesetimbangan fase cair dan uap
5. Campuran kesetimbangan fase padat dan cair
6. Campuran kesetimbangan fase padat dan uap
Zat
murni kebanyakan mengandung lebih dari satu fase, tetapi komposisi
kimianya sama untuk semua fase. Cairan air, campuran dari cairan air dan
uap air atau campuran es dan cairan air adalah zat murni karena setiap
fase mempunyai komposisi kimia yang sama yaitu H2O.
Perubahan fase zat H2O merupakan salah satu bentuk penyesuaian H2O dengan suhu dari benda lain yang berkontak langsung dengan H2O tersebut untuk menciptakan kesetimbangan energi kalor.
Kalor
dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lainnya. Kalor berpindah
dari benda yang memiliki kalor lebih besar ke benda yang memiliki kalor
lebih kecil. Kalor juga didefinisikan sebagai fluida yang tidak
kelihatan. Karena sebagai fluida, maka kalor dapat mengalir. Hal yang
menyebabkan kalor mengalir adalah beda temperatur benda. Kalor mengalir
dari benda atau reservoir yang memiliki temperatur yang lebih tinggi ke
benda atau reservoir yang memiliki temperatur lebih rendah.
Faktir-faktor yang mempengaruhi laju kalor :
1. Beda suhu, beda suhu akan sangat berpengaruh pada besar kecilnya kalor.
2. Ketebalam dinding, makin tebal dinding, makin pelan perpindahan kalor.
3. Luas permukaan, makin luas permukaan makin cepat perpindahan kalor.
4. Konduktivitas termal zat, merupakan kemampuan zat menghantarkn kalor, makin besar nilai k, makin cepat perpindahan kalor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar