Dalam hal ini yang disebut gas ideal
adalah gas yang memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut :
1.
Terdiri atas partikel
dalam jumlah yang banyak dan tidak ada gaya tarik-menarik antar patikel.
2.
Setiap partikel gas
selalu bergerak dengan arah acak (sembarang).
3.
Ukuran partikel
diabaikan terhadap ukuran wadah.
4.
Setiap tumbukan yang
terjadi secara lenting sempurna.
5.
Partikel-partikel gas
terdistribusi merata pada seluruh ruang dalam wadah.
6.
Gerak partikel gas
memenuhi hukum newton tentang gerak.
7.
Tidak ada energi
yang hilang.
8.
Ukuran lebih kecil
dari jari – jari.
9.
Masih berlaku hukum
– hukum newton
Berdasarkan eksperimen persamaan keadaan
gas yang telah dilakukan dengan mengubah besaran tekanan, volum, dan suhu
ternyata ada kesebandingan antara hasil kali tekanan dan volum terhadap suhu
yaitu sebagai berikut :
PV
α T
|
Demikian
juga dengan massa sistem
gas setelah divariasi dengan tekanan, volum, dan suhu terdapat kesebandingan
yaitu sebagai berikut :
PV α
MT
|
Untuk
membuat persamaan diatas menjadi sempurna maka diperlukan suatu konstanta
pembanding yang nilainya sama untuk semua gas. Dari hasil eksperimen nilai konstanta
pembanding adalah berbeda untuk setiap gas jika kita menggunakan satuan massa
tetapi menggunakan mol. 1 mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang ada pada 12
gram atom karbon-12 yaitu sebanyak 6,02 x 1023 partikel. Bilangan 6,02 x 1023
disebut bilangan avogrado (No).
Dengan
demikian mol zat dapat dinyatakan dalam jumlah partikel n seperti berikut :
n =
atau
N = n No
|
Dengan :
n = Jumlah zat (mol)
N
= Banyaknya partikel
(molekul)
No = Bilangan
avogrado (6,02 x 1023)
Konstanta
perbandingan universal, yang berlaku untuk semua gas adalah r (konstanta gas
universal) sehingga persamaan keadaan gas ideal dapat ditulis manjadi seperti
berikut:
P v = n r t
|
Dengan :
P = Tekanan gas (atm atau n/m2)
v = Volum gas (m3 atau liter)
n = Jumlah mol gas (mol)
r = Tetapan
gas universal (8,31 j/mol k)
t = Suhu gas (k)
pv =
r t
pv = n k t
|
Oleh karena n =
maka persamaan keadaan gas ideal dapat
dinyatakan dalam jumlah molekul.
Dengan
k =
= tetapan boltzman (1,38x10-23 j/k)
p = Tekanan gas (n/m2)
v = Volum gas (m3)
n = Jumlah molekul
t = Suhu gas (k)
Jika
ditinjau dari sudut pandang mikroskopik, partikel-partikel zat saling
memberikan gaya tarik berasal dari sifat elektris maupun gravitasinya (hukum
newton tentang gravitasi). Selain
gaya tarik antarpartikel juga terdapat gaya tolak antarpartikel yang berasal
dari sifat elektris inti atom yang bermuatan positif. Massa atom terpusat pada
inti atom sehingga jika jarak atom terlalu dekat maka akan terjadi gaya tolak
yang cukup besar dari atom-atom tersebut. Dengan
demikian, terdapat jarak minimum yang harus dipertahankan oleh atom-atom
tersebut agar tidak terjadi gaya tolak.
Persamaan
keadaan gas ideal
Persamaan
gas ideal adalah suatu persamaan yang menyetakan hubungan antara tekanan,
volume, dan suhu suatu gas. berikut persamaan yang ditemukan dalam bentuk hukum
fisika.
Hukum
boyle
Hukum
boyle yang berbunyi bila massa dan suhu suatu gas dijaga konstan maka volum gas
akan berbanding terbalik dengan tekanan mutlak, yang dikemukakan oleh robert
boyle (1627-1691).
Pernyataan
lain dari hukum boyle adalah bahwa hasil kali antara tekanan dan volum akan
bernilai konstan selama massa dan suhu gas dijaga konstan. Secara matematis dapat
di tulis:
P v = c
|
Keterangan:
p = Tekanan gas (n/ m2 atau pa)
v = Volum gas (m3)
c = Tetapan berdimensi usaha
Hukum
Charles
Hukum
charles berbunyi volum gas berbanding lurus dengan suhu mutlak, selama massa
dan tekanan gas dijaga konstan, dikemukakan oleh Jacques charles tahun 1787. Dengan
demikian volum dan suhu suatu gas pada tekanan konstan adalah berbanding lurus
dan secara matematis kesebandingan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
v = kt
|
Dengan, k adalah konstanta
Kemudian
untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami perubahan volum dan suhu dari
keadaan 1 ke keadaan 2 saat tekanan dan massa dijaga konstan, dapat dirumuskan
berikut :
Dengan :
v1 = Volum gas mula-mula (m3)
v2 = Volum gas akhir (m3)
t1 = Suhu gas mula-mula (k)
t2 = Suhu gas akhir (k)
Hukum
gay lussac
Pada
volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hubungan ini dikenal
dengan julukan hukum gay-lussac, dinyatakan oleh joseph gey lussac (1778-1850).
Untuk
gas dalam suatu wadah yang mengalami pemanasan dengan volum dijaga tetap, pada
proses 1 dan 2 hukum gay-lussac dapat ditulis
seperti berikut:
= c
===> v = tetap atau p = c.t
=
===>
v = tetap
Dengan
:
p1 = Tekanan mula-mula (atm)
p2 = Tekanan akhir (atm)
t1 = Suhu mutlak mula-mula (k)
t2 = Suhu akhir (k)
Hukum
boyle-gay lussac
Suatu
rumus turunan dari perkembangan dari hukum boyle dan gay lussac yaitu persamaan
keadaan gas yang lebih umum yang menghubungkan besaran tekanan, volum, dan suhu
dalam berbagai keadaaa, sehingga memperoleh persamaan berikut :
= c
apabila dalam dua keadaan maka dapat ditulis dengan
=
Keterangan :
p1 = Tekanan gas mula-mula (n/m2)
v1 = Volum gas mula-mula (m3)
t1 = Suhu mutlak gas mula-mula (k)
p2 = Tekanan gas akhir (n/m2)
v2 = Volum gas akhir (m3)
t2 = Suhu mutlak gas akhir (k)
2. Termodinamika
Pada
termodinamika terdapat empat proses yaitu isobarik, isothermal, iskhorik,
adiabatik. Proses-proses
tersebut digunakan di dalam hukum I
termodinamika.
A. Proses isobarik (tekanan
selalu konstan)
Dalam
proses isobarik, tekanan sistem dijaga agar selalu konstan. karena yang konstan
adalah tekanan, maka perubahan energi dalam (delta u), kalor (q) dan kerja (w)
pada proses isobarik tidak ada yang bernilai nol. Dengan demikian,
persamaan hukum pertama termodinamika tetap utuh seperti semula :
Perubahan
tekanan dan volume gas pada proses isobarik digambarkan melalui grafik di bawah
:
Mula-mula
volume sistem = v1 (volume kecil). Karena tekanan dijaga agar selalu konstan
maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja
terhadap lingkungan. Setelah
melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi v2
(volume sistem bertambah). Besarnya
kerja (w) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
B. Proses isotermal (suhu
selalu konstan)
Dalam
proses isotermal, suhu sistem dijaga agar selalu konstan, suhu gas ideal
berbanding lurus dengan energi dalam gas ideal (u = 3/2 nrt). Karena t tidak berubah
maka u juga tidak berubah. Dengan
demikian, jika diterapkan pada proses isotermal, persamaan hukum pertama
termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
Dari
hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isotermal (suhu konstan),
kalor (q) yang ditambahkan pada sistem digunakan sistem untuk melakukan kerja
(w).
Perubahan
tekanan dan volume sistem pada proses isotermal digambarkan melalui grafik di
bawah :
Mula-mula
volume sistem = v1 (volume kecil) dan tekanan sistem = p1 (tekanan
besar). Agar suhu sistem selalu
konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan
kerja terhadap lingkungan. Setelah
sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem bertambah) dan
tekanan sistem berubah menjadi p2 (tekanan sistem berkurang). Bentuk grafik melengkung
karena tekanan sistem tidak berubah secara teratur selama proses. Besarnya kerja yang
dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
C. Proses isokorik (volume
selalu konstan)
Dalam
proses isokorik, volume sistem dijaga agar selalu konstan. Maka sistem tidak bisa
melakukan kerja pada lingkungan. Demikian
juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja pada sistem.
Jika
diterapkan pada proses isokorik, persamaan hukum pertama termodinamika akan
berubah bentuk seperti ini :
Dari
hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isokorik (volume konstan), kalor
(q) yang ditambahkan pada sistem digunakan untuk menaikkan energi dalam sistem.
Perubahan
tekanan dan volume sistem pada proses isokorik digambarkan melalui grafik di
bawah :
Mula-mula
tekanan sistem = p1 (tekanan kecil). Adanya tambahan kalor pada sistem
menyebabkan energi dalam sistem bertambah. Karena
energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem (gas ideal) meningkat (u
= 3/2 nrt). Suhu
berbanding lurus dengan tekanan. Karenanya,
jika suhu sistem meningkat, maka tekanan sistem bertambah (p2). Karena volume sistem
selalu konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan (tidak ada luasan yang
diarsir).
D. Proses adiabatik
Dalam
proses adiabatik, tidak ada kalor yang ditambahkan pada sistem atau
meninggalkan sistem (q = 0). Proses
adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang terisolasi dengan baik. Untuk sistem tertutup
yang terisolasi dengan baik, biasanya tidak ada kalor yang dengan seenaknya
mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan sistem. Proses adiabatik juga
bisa terjadi pada sistem tertutup yang tidak terisolasi. Untuk kasus ini, proses
harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor tidak sempat mengalir menuju
sistem atau meninggalkan sistem.
Jika
diterapkan pada proses adiabatik, persamaan hukum pertama termodinamika akan
berubah bentuk seperti ini :
Apabila
sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja
bernilai negatif. Karena
w negatif, maka u bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). Sebaliknya jika sistem
berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka w bernilai
positif. Karena
w positif, maka u bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang).
Energi
dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (u = 3/2 nrt), karenanya
jika energi dalam sistem bertambah maka sistem juga bertambah. Sebaliknya, jika energi
dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.
Perubahan
tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di
bawah :
Kurva
adiabatik pada grafik ini lebih curam daripada kurva isotermal (kurva 1-3). Perbedaan kecuraman ini
menunjukkan bahwa untuk kenaikan volume yang sama, tekanan sistem berkurang
lebih banyak pada proses adiabatik dibandingkan dengan proses isotermal. Tekanan sistem berkurang
lebih banyak pada proses adiabatik karena ketika terjadi pemuaian adiabatik,
suhu sistem juga berkurang. Suhu
berbanding lurus dengan tekanan, karenanya apabila suhu sistem berkurang, maka tekanan
sistem juga berkurang. Sebaliknya
pada proses isotermal, suhu sistem selalu konstan. Dengan demikian pada
proses isotermal suhu tidak ikut mempengaruhi penurunan tekanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar